BOLEHKAH MENJAMAK SHALAT KETIKA KARNAVAL

author avatar
PP Nahdlatussubban
Aug 17, 2025 3 days ago
hero image

Saat ini kita memasuki bulan Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Lazimnya, di semua daerah akan melaksanakan berbagai acara untuk merayakan momen kemerdekaan tersebut, salah satunya adalah karnaval. Karnaval adalah pawai dalam rangka perayaan, biasanya menunjukkan berbagai macam corak penampilan yang menarik. Karnaval kadang dilaksanakan pada siang hari, dan sebagian malam hari. Karnaval tersebut biasanya memakan waktu untuk berdandan dan segala macam persiapan lainnya yang tidak sebentar, sehingga terkadang bisa melewati waktu shalat.

Apakah bisa menjamak shalat karena melaksanakan karnaval?

Para ulama berpendapat bahwa salah satu kemurahan yang diberikan Allah ta’ala kepada umat Nabi Muhammad saw adalah diperbolehkannya jama’ shalat. Jama’ shalat adalah mengerjakan 2 shalat fardlu dalam satu waktu. Jika dilaksanakan pada shalat pertama dinamakan jamak taqdim, dan jika dilakukan pada shalat kedua dinamakan jama’ ta’khir. Menjamak shalat dibolehkan dengan berbagai alasan, seperti ketika bepergian, ketika sakit, dan bahkan ketika melakukan hajat yang mubahah, yang diperbolehkan oleh syariat.

Dalam kitab Raudlah al-Thalibin, disebutkan bahwa Imam al-Khattabi menceritakan dari Imam Qaffal al-Kabir as-Syasyi dari Abi Ishaq al-Marwazi tentang kebolehan menjamak shalat saat tidak bepergian karena adanya hajat dengan tanpa mensyaratkan keadaan khauf, hujan dan sakit. Ibnu al-Mundzir dari ashab Syafi'i juga berpendapat demikian. Tentu pendapat tersebut dengan catatan bahwa tidak menjadi kebiasaan, dan hajat yang dimaksud adalah hajat yang tidak melanggar syariat.

Beberapa kesibukan dan kondisi dapat dianggap sebagai masyaqqah (kesulitan) sehingga dapat diberikan rukhshah (kemudahan). Kategori kondisi yang mendapatkan rukhshah antara lain: (1) Bepergian (al-safar), (2) Sakit (al-maradh), (3) Terpaksa (al-ikrah), (4) Lupa (al-nisyan), (5) Ketidaktahuan hukum (al-jahalah), (6) Ketidakmampuan, dan (7) Kesulitan umum, seperti kesulitan menghindari najis saat banjir.

Karnaval adalah kegiatan yang dilakukan dengan perasaan gembira, menghibur, dan tanpa paksaan. Dengan kata lain, tingkat kesulitan dalam melaksanakan shalat bagi setiap orang yang ikut karnaval bisa berbeda-beda, atau bahkan mungkin tidak ada kesulitan sama sekali.

Oleh karena itu, karnaval tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang mengikat atau memaksa pesertanya. Dalam pandangan ushul fiqh, karnaval tidak bisa dijadikan 'illat (alasan) atau udzur syar'i yang membolehkan menjamak shalat. Karnaval tidak termasuk dalam kategori kondisi yang mendapatkan rukhshah, sehingga tidak dapat dianggap sebagai masyaqqah.

Tentu masih banyak cara dilakukan agar karnaval berjalan dengan lancar dan shalat tetap ditegakkan. Tinggal kembali kepada masing-masing pribadi setiap Muslim, bahwa shalat fardlu merupakan kewajiban prioritas yang tidak bisa disampingkan sesibuk apapun aktifitas kita. Mari jaga shalat kita!


Referensi:

Raudlah al-Thalibin, Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi

Bughyah al-Mustarsyidin, Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar


*Gus H. Zain Rahmatika Murni : Kepala SMP Islam, Ketua FKDT Pacitan, Sekretaris Rijalul Ansor Pacitan, Sekretaris RMI NU Pacitan