Pelajaran Hidup dari Safari Ramadan di Donorojo yang Tak Terlupakan


Oleh Pipit Nur Anita Sari
Pernah ngerasain jadi orang baru di tempat asing? Di mana setiap tatapan terasa seperti ujian, dan langkah kaki serasa dibebani dag dig dug? Pertanyaan di awal merupakan sebuah pertanyaan yang saya rasakan yang selanjutnya muncul dalam sebuah utas dibenak. Ada kalanya langkah pertama di tempat baru diiringi ragu, bahkan sedikit gentar. Seperti itulah mungkin yang dirasakan saat pertama kali menginjakkan kaki untuk melaksanakan agenda tahunan Safari Ramadan di daerah Donorojo. Perasaan sedih sempat menyelimuti, merasa ada sedikit ketidakadilan karena harus menjalani tugas ini sendirian. Ditambah, kehadiran santri dari Pondok Tremas yang menjalankan kegiatan yang sama seperti menambah insecurity dalam batin ini.
Tapi seperti kata orang bijak, setiap perjalanan selalu dimulai dengan langkah pertama yang gamang. Donorojo, dengan caranya sendiri, perlahan mengajarkan bahwa di balik rasa takut, selalu ada ruang untuk tumbuh. Hari demi hari, suasana asing itu perlahan mencair. Sosok bapak dan ibu warga setempat, yang awalnya terbayang kaku atau menyeramkan, ternyata begitu hangat dan menerima. Rasa nyaman dan betah pun mulai tumbuh, mengusir keraguan yang sempat singgah.
Seiring berjalannya waktu, diri ini tak lagi hanya menjadi tamu. Keterlibatan dalam denyut nadi kehidupan masyarakat mulai terjalin. Mulai dari ikut mengajar anak-anak mengaji di sore hari, merasakan khusyuknya sholat berjamaah di masjid desa, hingga mengisi malam-malam Ramadhan dengan tarawih dan tadarus bersama warga. Bahkan, kesempatan berharga untuk berbagi ilmu di SDN 2 Donorojo pun sempat teralami.
Warga Desa Donorojo menyambut dengan keramahan yang tulus. Anak. Kenyamanan sejati terasa kembali saat dikelilingi adik-adik yang tengah bersemangat belajar mengaji. Tingkah mereka yang lucu dan kadang konyol seringkali mengundang tawa, sekaligus membawa ingatan kembali ke masa kecil dengan kenakalan yang serupa. Momen-momen inilah yang menghangatkan hati
Desa Donorojo bukan hanya sekadar titik di peta. Ia adalah ruang di mana kami menemukan lebih dari yang kami cari. Bukan hanya tempat, melainkan orang-orang yang mengubah cara kami memandang arti kebersamaan. Di sini, setiap senyum anak-anak menjadi pengingat akan kesederhanaan yang sering kali terlupa. Setiap sapaan hangat warga desa mengajarkan bahwa keramahan tidak membutuhkan kata-kata rumit. Dan setiap detik yang kami habiskan di tengah hiruk pikuk masyarakat Donorojo adalah bukti bahwa pelajaran terbaik tidak selalu datang dari buku, melainkan dari interaksi nyata dengan kehidupan.
Ini bukan sekadar kisah perjalanan. Ini adalah cerita tentang bagaimana sebuah desa mampu meninggalkan jejak besar dalam ingatan dan hati kami. Donorojo telah memberikan lebih dari sekadar pengalaman, ia memberikan pelajaran hidup yang akan terus kami bawa pulang.
Oleh Pipit Nur Anita Sari (Santri Kelas XII PP Nahdlatussubban) — Editor Agung Wibowo
-
penerimaan santri baru 2025-2026
1,792 -
Santri Pondok Pesantren Nahdlatussubban Raih Prestasi dalam Lomba MTQ dalam Pekan Olahraga dan Seni tingkat Madrasah Aliyah (MA) Se-Kabupaten Pacitan
511 -
Penetapan libur Hari Raya Idul Fitri 1446 H
244 -
Penetapan libur dan masuk awal Ramadhan 1446 H
229 -
Safari Ramadan, Menapaki Jejak pengabdian dan Dakwah
206 -
Nasionalisme Santri
198 -
Pimpinan Pondok Pesantren Nahdlatussubban Sampaikan Ucapan Selamat Hari Jadi Kabupaten Pacitan ke-280
185 -
Indonesia Gelap dan Ramadhan
180