Safari Ramadan Merajut Makna Puasa Dalam Kesederhanaan dan Kebersamaan


Oleh Lutvi Nuryana
Coba bayangkan, Ramadan yang biasanya diisi dengan rutinitas pesantren tiba-tiba berubah menjadi petualangan nyata di tengah masyarakat. Bukan sekadar keluar dari zona nyaman, tapi benar-benar belajar arti “ilmu yang hidup” di Dusun Berug. Di sini, kami bukan hanya membagi ayat-ayat suci, tapi justru menerima pelajaran terbesar tentang makna ikhlas, kerja keras, dan senyum tulus anak-anak yang membuat semua lelah terbayar lunas.
Yes benar sekali, safari Ramadan tahun ini telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam hati. Pengalaman belajar di luar lingkungan pesantren membuka cakrawala baru dan menumbuhkan semangat yang luar biasa. Kegiatan ini menjadi wadah untuk mengasah pikiran, memperkuat mental, dan melatih kemampuan berbaur dengan masyarakat luas.
Bangun di sepertiga malam, tepat pukul tiga dini hari, untuk melaksanakan sahur menjadi rutinitas yang tak terlupakan. Hawa dingin pedesaan yang menusuk tulang seolah menjadi teman setia di tengah gemeresik angin dan suara-suara khas pedesaan. Suasana ini terasa seperti sebuah dialog intim antara manusia dan alam, mengingatkan akan kebesaran Sang Pencipta.
Saat fajar menyingsing, mentari pagi menyapu kegelapan, menghadirkan kehangatan yang menyelimuti seluruh alam. Pemandangan padang rumput hijau yang membentang luas, berpadu dengan ladang-ladang subur yang menghasilkan beragam bahan pangan dan pakan ternak, sungguh memanjakan mata. Di tengah keindahan alam pedesaan ini, kami merenungkan betapa kecilnya diri ini di hadapan keagungan Ilahi.
Menjalani ibadah puasa di bawah terik matahari sambil mengabdikan diri kepada masyarakat menjadi tantangan sekaligus pelajaran berharga. Berinteraksi dengan berbagai kalangan masyarakat dengan latar belakang usia dan pengalaman yang berbeda mengajarkan kami tentang pentingnya kemampuan beradaptasi dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan. Aktivitas safari yang padat dari pagi hingga sore hari seolah mengalihkan rasa lapar dan dahaga, menggantikannya dengan rasa syukur dan kekaguman akan indahnya berbagi ilmu pengetahuan.
Saat lantunan azan Maghrib berkumandang, momen berbuka puasa menjadi saat yang paling dinanti. Berbuka di bawah langit senja yang memukau, dengan hidangan sederhana khas pedesaan yang terasa begitu nikmat, ditemani alunan kicau burung dan desau lembut angin, menciptakan suasana yang syahdu dan penuh berkah.
Kesan terbesar yang kami bawa pulang dari pengalaman safari ini adalah tentang makna kesederhanaan dan kesadaran akan betapa berharganya kebersamaan. Kami menyaksikan semangat masyarakat yang luar biasa dalam melaksanakan ibadah shalat Tarawih berjamaah, berjalan beriringan di jalanan pedesaan yang terjal sambil berbagi cerita dan tawa, menciptakan kehangatan dan keakraban yang tak ternilai harganya.
Tak hanya itu, semangat belajar anak-anak di desa ini juga sangat menginspirasi. Mereka dengan antusias berkumpul untuk belajar bersama, meskipun terik matahari menyengat dan tenggorokan terasa kering, namun semangat mereka tak sedikit pun luntur. Bertemu, bercerita, dan menyaksikan tingkah polah lucu mereka menjadi sumber energi dan kebahagiaan bagi kami.
Kehangatan kekeluargaan dan kasih sayang yang kami rasakan di desa ini semakin memperkuat kesan harmonis kehidupan bermasyarakat. Sebagai pendatang, kami merasa diterima dengan sangat baik dan dianggap sebagai bagian dari keluarga. Rasanya begitu berat saat tiba waktunya untuk berpisah, karena begitu banyak momen berharga yang telah terukir dan akan selalu kami rindukan.
Semoga kegiatan safari Ramadan ini dapat menumbuhkan semangat baru dan menambah wawasan bagi kita semua. Pengalaman ini membuktikan bahwa pesantren bukanlah lembaga pendidikan tradisional, melainkan sebuah tempat untuk menimba ilmu yang tidak hanya mengajarkan tentang agama, tetapi juga melatih kemandirian dan kemampuan hidup bermasyarakat.
Dan begitulah, Dusun Berug mengajarkan satu hal yang tak tertulis di kitab apa pun, bahwa ilmu paling berharga itu bukan yang menghiasi kepala, tapi yang menyentuh hati. Di balik rutinitas mengaji dan mengabdi selama sebulan lamanya, kami justru pulang membawa oleh-oleh tak terduga, air mata keharuan, kenangan manis, dan kesadaran bahwa mengabdi berarti siap jadi murid abadi dari kehidupan.
Satu resep sederhana. Cobalah sekali saja keluar dari rutinitas, temui mereka yang hidupnya berbeda. Percayalah, dunia akan mengajarimu dengan cara yang tak pernah dibayangkan. Dusun Berug, terima kasih untuk semua tawa, cerita, dan kopi hangat di tengah dinginnya subuh. Kami mungkin datang sebagai pendidik, tapi pulang sebagai orang yang jauh lebih kaya—bukan dari materi, tapi dari jiwa.
Oleh Lutvi Nuryana (Santri Kelas XII PP Nahdlatussubban) — Editor Agung Wibowo
-
penerimaan santri baru 2025-2026
1,791 -
Santri Pondok Pesantren Nahdlatussubban Raih Prestasi dalam Lomba MTQ dalam Pekan Olahraga dan Seni tingkat Madrasah Aliyah (MA) Se-Kabupaten Pacitan
510 -
Penetapan libur Hari Raya Idul Fitri 1446 H
244 -
Penetapan libur dan masuk awal Ramadhan 1446 H
228 -
Safari Ramadan, Menapaki Jejak pengabdian dan Dakwah
205 -
Nasionalisme Santri
197 -
Pimpinan Pondok Pesantren Nahdlatussubban Sampaikan Ucapan Selamat Hari Jadi Kabupaten Pacitan ke-280
184 -
Indonesia Gelap dan Ramadhan
179